Jenis-jenis Cuti
Ilustrasi cuti kerja/nesc.com

Memahami Jenis-jenis Cuti yang Wajib Diketahui Oleh Karyawan dan HRD

Dalam aturan resmi pemerintah, cuti adalah hak utama bagi setiap karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Peraturan yang tertuang dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 79 ayat 2 ini menjelaskan, bahwa pekerja atau buruh berhak mendapat cuti tahunan selama sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah karyawan bekerja selama 1 tahun secara terus-menerus.

Cuti merupakan hak seorang karyawan dalam melakukan izin atau libur secara sementara, dan tidak mengikuti kerja untuk sementara waktu. Tujuan pemberian cuti dilakukan untuk melindungi pekerja supaya bisa beristirahat sejenak, menenangkan pikiran di tengah kesibukan bekerja atau untuk kepentingan lainnya.

Bagi perusahaan yang tidak memberikan hak cuti bagi pekerjanya akan dikenakan sanksi, baik secara perdata maupun hukum pidana.

Jenis-jenis cuti

Secara umum, karyawan mendapatkan dua jenis cuti utama, yaitu cuti berbayar (paid leave) dan tidak berbayar (unpaid leave). Kedua jenis cuti tersebut juga memiliki perbedaan. Berikut penjelasannya.

Cuti berbayar (paid leave)

Cuti berbayar adalah jenis cuti di mana karyawan mengambil cuti dari pekerjaan dan tetap menerima gaji normal. Jenis cuti ini memiliki aturan-aturan khusus yang mengharuskan atasan memberikan pegawainya sejumlah waktu dari tugas kerja untuk masalah pribadi, tetapi tidak diwajibkan untuk cuti berbayar secara spesifik.

Salah satu aturan yang ada dalam cuti berbayar mungkin ada yang mengharuskan perusahaan dalam memberikan waktu istirahat yang dibayar untuk cuti tertentu. Biasanya, banyak perusahaan yang memilih untuk menawarkan jumlah cuti berbayar yang diberikan kepada pekerja mereka untuk memastikan mereka tetap stabil secara finansial selama mereka tidak bekerja.

Selain itu, ada beberapa perusahaan yang mengizinkan karyawannya mengambil sejumlah jam cuti berbayar yang bisa mereka gunakan untuk masalah pribadi apapun. Sebagian perusahaan memberikan pekerja mereka untuk memperoleh cuti berbayar ini dari waktu ke waktu berdasarkan jumlah hari dan jam mereka bekerja.

Cuti tidak berbayar (unpaid leave)

Dalam jenis cuti tidak berbayar, karyawan diizinkan untuk mengambil cuti tanpa mendapatkan kompensasi selama waktu tersebut. Namun, apabila alasan karyawan dalam mengambil cuti dianggap wajib oleh aturan yang berlaku, maka karyawan itu diperbolehkan cuti tanpa adanya bayaran pada hari-hari tertentu. Meski begitu, posisi mereka akan tetap tersedia ketika kembali bekerja.

Pekerja seharusnya tetap menerima tunjangan karyawan tertentu, seperti perlindungan asuransi kesehatan. Sebagian perusahaan ada yang membiarkan karyawannya untuk menempatkan waktu liburan yang masih harus dibayar pada cuti yang diajukan. Namun, jika waktu liburan karyawan habis, mereka harus tetap cuti, dan biasanya sisa waktu tersebut tidak akan dibayar.

Macam-macam cuti yang wajib diketahui

  1. Cuti tahunan (annual leave)

Pasal 72 Ayat 2 (c) menjelaskan bahwa cuti tahunan akan diberikan bagi karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus. Masa cuti tahunan minimal 12 hari kerja. Akan tetapi, perusahaan bisa memberikan annual leave dengan durasi lebih dari 12 hari kerja. Artinya, apabila pegawai belum bekerja selama satu tahun, maka perusahaan berhak untuk menolak pengajuan cuti.

Di sisi lain, perusahaan bisa juga memberikan jatah cuti lebih cepat kepada pegawai dengan membaginya setiap bulan. Beberapa perusahaan ada yang menerapkan aturan kalau cuti tahunan hanya berlaku dalam 12 bulan. Tetapi, ada juga pemberi kerja yang mengakumulasikan jumlah cuti setiap tahunnya.

  1. Cuti darurat (compassionate leave)

Cuti darurat atau compassionate leave diberikan kepada karyawan yang harus mengurus anggota keluarga mereka yang mengalami sakit parah. Anggota tersebut bisa berarti suami atau istri, anak, orangtua langsung atau orang-orang terdekat lainnya seperti paman dan bibi yang sudah sepuh.

Di Indonesia, compassionate leave banyak diberlakukan saat keluarga pekerja terkena musibah, sakit kritis atau meninggal. Cuti darurat biasanya diberikan sebanyak minimal 1 hari dan maksimal 10 hari.

Gaji karyawan yang mengambil cuti darurat tetap dibayarkan, sebagaimana pasal 93 ayat 4 dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja menyebutkan, pekerja berhak atas cuti tidak masuk kerja karena halangan dan tetap dibayar penuh, yakni:

  • Saat istri melahirkan atau mengalami keguguran kandungan, dibayar untuk 2 hari.
  • Suami atau istri, orangtua atau mertua, anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk 2 hari.
  • Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk 1 hari.

Ada juga perusahaan yang mengizinkan karyawannya cuti lebih lama tanpa digaji atau menjalankan kebijakan WFH (work from home) untuk mengurus keluarga yang sakit jika memang keadaan mengharuskan seperti itu.

  1. Cuti melahirkan (maternity leave)

Cuti melahirkan adalah hak bagi pegawai perempuan yang sedang hamil dan akan melahirkan. Kebijakan tersebut telah tertulis dalam UU No. 13 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa pegawai perempuan yang sedang hamil berhak mendapat cuti kurang lebih sekitar 1,5 bulan sebelum masa melahirkan tiba dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Sebagian perusahaan memberlakukan cuti hamil dan melahirkan secara akumulatif selama 3 bulan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan dan menghitung masa hari perkiraan lahir (HPL) yang tidak mudah.

  1. Cuti sakit (sick leave)

Karyawan bisa mengambil cuti sakit dengan syarat memiliki surat keterangan sakit dari dokter atau rumah sakit. Tipe cuti ini mutlak dimiliki oleh karyawan. Bahkan, pasal 153 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan 13/2003 jo. UU Cipta Kerja 11/2020 menyebutkan pemberian perlindungan berupa larangan PHK kepada pekerja dengan alasan berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan tersebut batal demi hukum dan perusahaan wajib mempekerjakan kembali karyawan yang bersangkutan.

  1. Cuti haid

Pasal 81 Ayat (1) menyebutkan bahwa karyawan perempuan yang sedang haid dan tidak bisa bekerja diperbolehkan mengajukan izin cuti kepada perusahaan. Cuti haid dapat diberikan di hari pertama dan kedua waktu haid. Namun, kebijakan cuti di beberapa perusahaan dapat berbeda-beda. Cuti haid biasanya juga dianggap bagian dari cuti sakit, karena perlu melampirkan surat keterangan dokter.

  1. Cuti berlibur

Karyawan yang sedang dalam perjalanan, liburan, istirahat, dan acara keluarga, dapat mengambil cuti berlibur. Cuti ini diberikan kepada karyawan untuk setiap acara yang mereka miliki, seperti bepergian ke luar negeri atau pernikahan yang harus mereka hadiri.

Biasanya, mengizinkan karyawan cuti akan memungkinkan mereka untuk lebih memprioritaskan kehidupan pribadi mereka ketika dibutuhkan, dan mereka pun merasa dihargai oleh perusahaan. Beberapa perusahaan mengizinkan karyawannya mengambil cuti biasa maksimal 8 sampai 15 hari dalam 1 tahun.

  1. Cuti menikah (marriage leave)

Undang-undang Ketenagakerjaan juga menetapkan peraturan cuti menikah. Waktu yang diberikan untuk marriage leave adalah sebanyak 3 hari. Bagi karyawan yang memang memiliki rencana menikah, mereka dapat menggunakan cuti ini selama 3 hari dan tetap terhitung paid leave.

  1. Cuti bersama

Jenis cuti yang satu ini sering terlupakan oleh HR. Karena cuti bersama sejatinya diperuntukkan untuk pegawai lembaga pemerintah, misalnya BUMN dan instansi kedutaan. Namun, beberapa perusahaan swasta juga menerapkan cuti bersama untuk karyawannya jika memang masuk dalam kebijakan perusahaan.

Oh ya, sebaiknya jangan mengambil cuti tahunan saat periode cuti bersama, karena bisa mengurangi jatah cuti tahunan. Cuti bersama diberikan menjelang dan saat hari keagamaan, serta hari besar nasional. Contohnya cuti bersama Lebaran dan cuti bersama Natal dan Tahun Baru.

Sebagian dari kamu mungkin belum tahun macam-macam cuti selain cuti biasa. Semoga penjelasan mengenai jenis-jenis cuti di atas bermanfaat buat kamu yang ingin mengambil cuti, ya!